Pemiliknya mengklaim cakwenya beda dengan penjual lainnya, terutama pada bumbu sausnya Menikmati sore hari sambil berkumpul bersama keluarga tentu nggak lengkap tanpa camilan. Selain gorengan dan cookies yang cocok dinikmati dengan segelas teh hangat, cakwe juga menjadi camilan yang banyak dijadikan pilihan.
Terbuat dari tepung terigu dan memiliki rasa gurih, cakwe akan terasa lebih nikmat jika disantap dalam keadaan hangat. Makanan yang berasal dari Tionghoa ini memang sudah banyak dijual di beberapa daerah di Indonesia. Meskipun memiliki bentuk dan rasa sama, namun penyajian cakwe di beberapa daerah memiliki cara yang berbeda lho.
Jika biasanya cakwe di Yogyakarta dan daerah di Jawa Tengah dimakan dengan dicocol saus kemasan, maka berbeda nih dengan cakwe satu ini. Cakwe milik Faeza yang terletak di Kotagede, Yogyakarta ini justru punya ciri khas tersendiri yang membuat cakwenya berbeda dari yang lain.
Bukan dengan saus kemasan, Faeza menyajikan cakwe-nya dengan sambal produksi sendiri. Rasa cakwe yang gurih dan hangat setelah diangkat dari minyak panas terasa begitu nikmat saat bersatu dengan sambal cair yang memiliki perpaduan rasa manis dan pedas. Kehadiran sambal buatan sang istri tersebut pun diakui Faeza menjadi nilai jual dari cakwenya.
"Kata orang-orang tuh, spesialnya karena pakai sambal gitu. Kesenangan anak-anak muda terutama," kata Faeza saat ditemui beberapa waktu lalu Sambal cakwe Faeza dibuat dari campuran gula jawa dan cabai halus yang kemudian direbus. Faeza juga mengungkapkan jika cita rasa istimewa yang hadir dari sambal buatan sang istri karena proses pembuatannya juga diciptakan dengan cara istimewa.
"Proses diistimewakan gitu. Dibikin enak gitu. Ya, enak bener kata orang-orang pembeli," lanjut Faeza.
Setiap hari Faeza dan istri sudah sibuk mempersiapkan dagangannya sedari pagi di kediamannya yang berjarak tak jauh dari lokasi jualannya. Faeza sendiri mulai mempersiapkan dagangannya pada pukul 13.00 WIB, sedangkan sang istri berkutat dengan sambal spesialnya sejak pagi.
Meski baru empat tahun berjualan di tempat yang sekarang, namun cita rasa cakwe Faeza nggak perlu diragukan lagi. Mulai dibuka pukul 15.30 WIB, cakwe Faeza sudah ludes sebelum jam 7 malam. Bahkan tak jarang para pengunjung rela mengantre hingga mengerumuni gerobak sederhananya itu.
Dalam sehari Faeza menghabiskan 10 kg adonan cakwe. Adonan yang diuleninya tersebut bisa menghasilkan kurang lebih 500 porsi cakwe yang habis dalam beberapa jam saja. Saking enaknya, cakwe Faeza ini nggak hanya diburu para pelanggan yang tinggal Yogyakarta dan sekitarnya lho.
"Dari orang jauh pun pada datang, nginep di hotel Jogja pun pada nyari makanan aneh. Kampungan gitu bilangnya. Ini kan makanan kampung, dari Bandung asalnya," ungkap ayah satu anak ini sembari tertawa.
Popularitas cakwe Faeza nggak bisa dipungkiri karena hadirnya media sosial. Nggak hanya soal rasa, ukurannya yang besar dengan harga Rp 2.500 per potong itu dijamin bikin kamu puas buat menyantapnya. Apalagi disandingkan dengan teh hangat saat hujan turun di sore hari. Surga dunia!
Meski banyak diburu, namun cakwe Faeza juga mengalami pasang surut omzetnya. Apalagi saat musim hujan membuat para pelanggan enggan ke luar rumah. "Ya naik turun ya. Kadang-kadang ada satu juta lebih, ada kurang dari satu juta kadang-kadang," ungkapnya.
Meski baru dikenal secara luas saat berjualan di lokasi sekarang, namun Faeza ternyata sudah mulai berjualan cakwe sejak 2012 silam. Faeza sempat berjualan di depan sekolah-sekolah yang berada di kawasan Alun-Alun Utara. Setelah itu ia juga membuka dagangannya di Pasar Kranggan.
"Dulu bikinnya belum bisa, belum sebagus ini. Setelah saya capek, saya jualannya di Kranggan tahun 2012-an. Kemudian pindah ke sini sekitar empat tahun lalu (2015)," cerita Faeza.
Jika di lokasi sekarang Faeza membuka dagangannya pada sore hari, maka berbeda saat pertama kali berjualan yang justru mulai berjualan pada pagi hari. Faeza terbiasa memulai mempersiapkan kebutuhan dagangannya pada dinihari. Namun ternyata hal tersebut mulai memengaruhi kesehatan sang istri.
Tak mau kesehatan sang istri terganggu, Faeza memutuskan untuk berpindah lokasi dan waktu berjualan. Membuka dagangan pada sore hari ternyata memberikan dampak positif bagi dirinya dan istri. Faeza dan istri bisa menikmati waktu beristirahat pada dinihari layaknya orang pada umumnya.
Sebelum berjualan cakwe, Faeza pernah mengadu nasib di ibu kota. Selama di Jakarta, ia bekerja di salah satu pabrik minyak goreng. Saat bekerja di sana lah, kepiawaian Faeza dalam membuat cakwe mulai terbentuk. Berawal dari membantu seorang teman yang berjualan cakwe, ia mulai mengenal makanan satu ini.
Faeza tak sendiri, pasalnya cakwe ini ternyata juga menjadi bisnis keluarga yang juga dilakoni saudaranya. Usaha cakwe keluarganya ini dinamai Tiga Saudara. Meski sama-sama berjualan, namun tak ada persaingan di antara mereka. Mereka justru menunjukkan dukungannya untuk satu sama lain.
"Dulu saudara-saudara jualan semua, itu ada di Karatanita, di Kranggan, terus di UGM," kata Faeza.
Buat kamu yang penasaran dengan sensasi gurih cakwe bercampur sambal pedas manis milik Faeza, ada baiknya untuk datang pada 15.30 WIB hingga 17.30 WIB. Jika terlambat, kamu dijamin akan melewatkan cakwenya barang satu porsi saja, lantaran sudah kehabisan. Faeza juga menyajikan cakwenya dalam keadaan hangat.
Selama berjualan, pria yang selalu berjualan dengan rapi ini nggak pernah berhenti membuat potongan-potongan cakwe dari adonan yang sudah disiapkan. Jadi kamu bakal mendapatkan cakwe yang masih dalam kondisi panas setelah diangkat dari minyaknya.
Written by. Azmi Al Fawaz 19107030114
Tidak ada komentar: